Seperti
yang kita ketahui, masyarakat Indonesia memiliki beragam suku, ras, budaya dan
bahasa. Hal ini bisa menjadi konflik jika kita tidak memiliki sebuah ideologi
yang mengedepankan sebuah persatuan di Indonesia. Bersyukur kita memiliki
Pancasila sebagai ideologi yang kita pegang teguh dan kita anut.
Tetapi pada kenyataannya di
Indonesia dampak negatif dari beragam agama, ras, budaya, bahasa telah
menyebabkan konflik antar kelompok masyarakat. Sebagai contoh pembakaran pasar
Glodok (peristiwa Mei kelabu) di Jakarta yang menjadi sasaran kelompok etnis
cina. Peristiwa Sambas dan Palangkaraya (pertarungan antara Dayak dan Melayu
melawan Madura), Peristiwa Aceh (pertarungan orang Aceh dan transmigrasi Jawa).
Menguak adanya diskriminasi yang pernah
terjadi di Indonesia merupakan tema yang diangkat oleh Shoim Anwar dalam
cerpenya yang berjudul “Jawa, Cina, Madura nggak masalah. Yang penting
rasanya”. Adanya sikap membanding-bandingkan antar suku kerap terjadi dalam
pergaulan masyarakat. Diperlihatkan dalam cerpen ini pada kutipan berikut:
“Jangan macam-macam.
Kurang apa aku?
“Nggak kurang.”
“Pakai
membanding-bandingkan dengan Cina dan Madura segala.”
“Justru harus
dibandingkan biar tahu kelebihannya” (Shoim Anwar, 2009:182).
Kisah
diskriminasi suku terutama pada etnis cina di Indonesia sudah beredar sejak
lama. Sikap anti cina itu muncul karena berbagai stereotip yang digemborkan dan
akhirnya menguasai pemikiran masyarakat. Kerusuhan terjadi dengan pengrusakan
terhadap toko-toko, hotel, maupun tempat usaha milik orang cina. Ditunjukkan
pada kutipan berikut:
“Gara-gara
kerusuhan. Dulu toko orang tuanya besar sekali. Sewaktu ada huru-hara, toko
orang-orang Cina di sini dirusak dan dijarah massa. Habis semua (Shoim Anwar,
2009;183).
Kutipan di atas menunjukkan adanya
diskriminasi terhadap entis cina. Disini, diduga bahwa konflik ini pertama-tama
terjadi karena kepentingan politik. Setelah kerusahan itu, banyak orang cina
yang kehilangan segala-galanya. Mereka kehilangan harapan, harga diri sebagai
manusia, dan juga harta mereka. Akhrinya banyak etnis cina yang kemudian lari
ke luar negeri. Kejadian ini menimbulkan trauma tersendiri bagi etnis cina,
seperti trauma yang dialami tokoh Ko Han yang terlihat pada kutipan berikut:
“Barangkali
karena pengalaman hidup yang pahit, sentimen etnis itu justru dipakai Ko Han
untuk melangsungkan kehidupanya. Dia mungkin ingin membalik sentimen itu
menjadi simpati” (Shoim Anwar, 2009:184).
Terjadinya
diskriminasi ini merupakan salah satu tantangan dari segenap warga bangsa
Indonesia dalam berproses menuju kesejahteraan sosial yang adil berdasarkan
Pancasila. Itulah pesan yang tersirat dari cerpen ini. Jawa, Cina, Madura nggak
masalah. Yang penting rasanya merupakan gambaran bahwa perbedaan suku dan
budaya di negara kita bukanlah suatu hal yang menjadi hambatan untuk kita
bersosialisasi dan berkomunikasi dengan orang lain. Dasar negara Indonesia
yaitu Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 telah
memberikan payung hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan kondisi
masyarakat yang beragam tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar