Karya
sastra merupakan gambaran kehidupan hasil rekaan seseorang yang sering kali
karya sastra itu menghadirkan kehidupan yang diwarnai oleh sikap latar belakang
dan keyakinan pengarang. Cerpen sebagai salah satu produk sastra memegang
peranan penting dalam memberikan pandangan untuk menyikapi hidup secara
artistik imajinatif. Hal ini dimungkinkan karena persoalan yang dibicarakan
dalam cerpen adalah persoalan tentang manusia dan kemanusiaan.
Cepen
Air Mata Anakku karya Shoim Anwar
menggambarkan bahwa kebanyakan diantara manusia menilai mulia dan hinanya
seseorang diukur dari jumlah harta yang dimiliki. Maka jika ada seseorang yang
melimpah hartanya semua orang menganggap mulia derajatnya, dan sebaliknya jika
ada sebagian orang yang kurang beruntung dalam hartanya, orang sering
menganggap mereka hina dan rendah derajatnya. Hal Ini sangat jelas tercermin
dalam pergaulan sehari-hari, sehingga setiap orang berlomba-lomba untuk mencari
harta dan kekayaan. Tak peduli harta yang didapat adalah hasil dari perbuatan
yang tidak terpuji. Terlihat pada kutipan berikut:
“Dulu
aku merasa iri dengan Bu Engga yang menduduki wakil kepala bagian selama delapan
tahun berturut-turut. Yang lain seperti aku, sepertinya tak diberi kesempatan
berkarier. Aku datang ke Mbah Suryo, minta syarat bagaimna caranya agar Bu
Engga dapat ku ganti.
“Dia ini
pakai pagar,”kata Mbah Suryo.
“Maksudnya
apa, Mbah? Aku meminta penjelasan.
“Dia
juga minta bantuan ke orang tua. Jadi tak gampang menurunkan dia.”
Saya
mohon bantuan panjenengan, Mbah.” (Shoim Anwar, 2009:111).
Kutipan
di atas menunjukkan banyak orang yang memimpikan untuk mendapatkan harta dan
kekayaan secara instan. Segala macam cara dilakukan, sikat kiri-hantam kanan,
tak peduli saudara dan tak menghiraukan teman, tendang bawahan-jilat atasan,
yang penting yang penting harta cepat berpindah tangan. Mereka lupa akan
hakekat hartanya, padahal semakin banyak harta yang dikumpulkan, maka semakin
banyak pula kebutuhan-kebutuhan lain yang harus dipenuhi untuk menjaga
hartanya. Ibarat sebuah pepatah, menikmati harta bagaikan orang yang minum air
laut, semakin banyak air laut diminum maka rasanya semakin haus saja.
Alur
cerita yang unik juga merupakan kelebihan dari cerpen ini. Pengarang
menciptakan tokoh utama yang sebenarnya gila namun seolah bercerita seperti
orang normal. Keunikan penceritaan ini yang membuat menarik pembaca. Selain
itu, gaya penceritaan ini membuat pembaca penasaran untuk mengikuti sampai akhir cerita. Pembaca pun dibuat
tercengang setelah mengetahui bagian akhir cerita karena pada bagian awal tokoh
utamanya, yang menggunakan sudut pandang orang pertama ini bercerita seperti
orang normal, namun begitu akhir cerita, ternyata orang tersebut gila dan ia
tidak menyadari kegilaan tersebut. Berikut kutipan yang menarik untuk
diketahui:
“Kalau
ada telepon atau tamu tolong suruh meninggalkan pesan. Saya ngantor.”
“Bapak
ngomong gitu lagi. Kan dokter sudah bilang, Bapak perlu istirahat di rumah.
Obat-obatnya harus diminum. Besok Bapak saya antar kontrol.”(Shoim Anwar,
2009:111)
Dari
kutipan di atas, pembaca bisa mengetahui persepsi orang yang berkembang di
masyarakat adalah bahwa bila ada seseorang yang naik jabatan atau mendapatkan
harta mendadak, sering kita menilai bahwa dia sedang beruntung, berbeda dengan
jika seseorang mengalami kepailitan atau kebangkrutan, kita menganggap bahwa
dia sedang diuji oleh yang Maha Kuasa. Padahal kalau kita pahami antara Kepailitan
atau keberuntungan adalah sama pada hakekatnya adalah sebuah ujian. Yang miskin
diuji dengan kefakirannya begitu juga dengan yang kaya, dia diuji dengan
banyaknya harta. Kelak di akhirat nanti orang kaya akan diminta pertanggungan
jawab terkait dengan harta yang dimiliki.
Adapun
yang membuat cerpen ini lebih menarik adalah akhir cerita yang mengharukan,
yakni sang anak yang trenyuh melihat orang tuanya yang gila. Sehingga pembaca
juga dibuat tersentuh bila menghayati cerita ini. Maka dari itu kita sebagai
manusia sudah sepantasnya untuk bersyukur dengan apa yang sudah kita terima
selama ini, Kaya harta tidaklah lebih mulia bila miskin hatinya, tetapi miskin
harta adalah lebih baik asalkan kaya akan hati.
Meski
cerita dalam cerpen ini menarik, namun tidak semua kalangan dapat memahami
maksud yang disampaikan dari cerita ini. Kata-kata yang terdapat dalam cerpen
ini dikemukakan secara tersirat sehingga tidak semua pembaca dapat memahami
cerita ini. Mungkin ada beberapa pembaca yang tak mengerti bahwa tokoh cerita
ini gila. Kalimat yang diucapkan Santi, anak tokoh utama ini menggunakan makna
tersirat sehingga tidak semua orang mengetahui bahwa kalimat tersebut
menandakan tokoh utama sedang terganggu kejiwaannya. Berikut kutipannya:
“Bapak
ngomong gitu lagi. Kan dokter sudah bilang, Bapak perlu istirahat di rumah.
Obat-obatnya harus diminum. Besok Bapak saya antar kontrol.” (Shoim Anwar,
2009:111)
Selain
itu cerpen ini dihiasi dengan istilah Jawa yang tidak diberi keterangan di
bawahnya. Seperti pada kutipan berikut:
“Ketika
tamu sudah meninggalkan halaman dan aku kembali masuk, istriku biasanya sudah mesam-mesem pertanda gembira.”(Shoim
Anwar, 2009:100)
Selain
kutipan di atas, ada satu lagi istilah lain yang menggunakan istilah Jawa yang
tidak ada keterangannya. Berikut kutipannya:
“Saya
mohon bantuan panjenengan,
Mbah.”(Shoim Anwar, 2009:105)
Seperti
kata “mesam-mesem dan penjenengan.” Mungkin bagi pengarang hal
tersebut menambah variasi bercerita. Namun ada baiknya jika istilah tersebut
dibubuhi catatan kaki atau keterangan sesudah cerita. Karena orang yang membaca
cerpen ini bukan hanya dari suku Jawa saja, melainkan dari berbagai suku di
Indonesia atau bahkan orang luar negerinyang ingin belajar Bahasa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar