Rabu, 05 Juni 2013

Kekayaan adalah Ujian



(cerpen Air Mata Anakku karya Shoim Anwar)
Karya sastra merupakan gambaran kehidupan hasil rekaan seseorang yang sering kali karya sastra itu menghadirkan kehidupan yang diwarnai oleh sikap latar belakang dan keyakinan pengarang. Cerpen sebagai salah satu produk sastra memegang peranan penting dalam memberikan pandangan untuk menyikapi hidup secara artistik imajinatif. Hal ini dimungkinkan karena persoalan yang dibicarakan dalam cerpen adalah persoalan tentang manusia dan kemanusiaan.
Cepen Air Mata Anakku karya Shoim Anwar menggambarkan bahwa kebanyakan diantara manusia menilai mulia dan hinanya seseorang diukur dari jumlah harta yang dimiliki. Maka jika ada seseorang yang melimpah hartanya semua orang menganggap mulia derajatnya, dan sebaliknya jika ada sebagian orang yang kurang beruntung dalam hartanya, orang sering menganggap mereka hina dan rendah derajatnya. Hal Ini sangat jelas tercermin dalam pergaulan sehari-hari, sehingga setiap orang berlomba-lomba untuk mencari harta dan kekayaan. Tak peduli harta yang didapat adalah hasil dari perbuatan yang tidak terpuji. Terlihat pada kutipan berikut:
“Dulu aku merasa iri dengan Bu Engga yang menduduki wakil kepala bagian selama delapan tahun berturut-turut. Yang lain seperti aku, sepertinya tak diberi kesempatan berkarier. Aku datang ke Mbah Suryo, minta syarat bagaimna caranya agar Bu Engga dapat ku ganti.
“Dia ini pakai pagar,”kata Mbah Suryo.
“Maksudnya apa, Mbah? Aku meminta penjelasan.
“Dia juga minta bantuan ke orang tua. Jadi tak gampang menurunkan dia.”
Saya mohon bantuan panjenengan, Mbah.” (Shoim Anwar, 2009:111).



Kutipan di atas menunjukkan banyak orang yang memimpikan untuk mendapatkan harta dan kekayaan secara instan. Segala macam cara dilakukan, sikat kiri-hantam kanan, tak peduli saudara dan tak menghiraukan teman, tendang bawahan-jilat atasan, yang penting yang penting harta cepat berpindah tangan. Mereka lupa akan hakekat hartanya, padahal semakin banyak harta yang dikumpulkan, maka semakin banyak pula kebutuhan-kebutuhan lain yang harus dipenuhi untuk menjaga hartanya. Ibarat sebuah pepatah, menikmati harta bagaikan orang yang minum air laut, semakin banyak air laut diminum maka rasanya semakin haus saja.
Alur cerita yang unik juga merupakan kelebihan dari cerpen ini. Pengarang menciptakan tokoh utama yang sebenarnya gila namun seolah bercerita seperti orang normal. Keunikan penceritaan ini yang membuat menarik pembaca. Selain itu, gaya penceritaan ini membuat pembaca penasaran untuk mengikuti  sampai akhir cerita. Pembaca pun dibuat tercengang setelah mengetahui bagian akhir cerita karena pada bagian awal tokoh utamanya, yang menggunakan sudut pandang orang pertama ini bercerita seperti orang normal, namun begitu akhir cerita, ternyata orang tersebut gila dan ia tidak menyadari kegilaan tersebut. Berikut kutipan yang menarik untuk diketahui:
“Kalau ada telepon atau tamu tolong suruh meninggalkan pesan. Saya ngantor.”
“Bapak ngomong gitu lagi. Kan dokter sudah bilang, Bapak perlu istirahat di rumah. Obat-obatnya harus diminum. Besok Bapak saya antar kontrol.”(Shoim Anwar, 2009:111)
Dari kutipan di atas, pembaca bisa mengetahui persepsi orang yang berkembang di masyarakat adalah bahwa bila ada seseorang yang naik jabatan atau mendapatkan harta mendadak, sering kita menilai bahwa dia sedang beruntung, berbeda dengan jika seseorang mengalami kepailitan atau kebangkrutan, kita menganggap bahwa dia sedang diuji oleh yang Maha Kuasa. Padahal kalau kita pahami antara Kepailitan atau keberuntungan adalah sama pada hakekatnya adalah sebuah ujian. Yang miskin diuji dengan kefakirannya begitu juga dengan yang kaya, dia diuji dengan banyaknya harta. Kelak di akhirat nanti orang kaya akan diminta pertanggungan jawab terkait dengan harta yang dimiliki.
Adapun yang membuat cerpen ini lebih menarik adalah akhir cerita yang mengharukan, yakni sang anak yang trenyuh melihat orang tuanya yang gila. Sehingga pembaca juga dibuat tersentuh bila menghayati cerita ini. Maka dari itu kita sebagai manusia sudah sepantasnya untuk bersyukur dengan apa yang sudah kita terima selama ini, Kaya harta tidaklah lebih mulia bila miskin hatinya, tetapi miskin harta adalah lebih baik asalkan kaya akan hati.
Meski cerita dalam cerpen ini menarik, namun tidak semua kalangan dapat memahami maksud yang disampaikan dari cerita ini. Kata-kata yang terdapat dalam cerpen ini dikemukakan secara tersirat sehingga tidak semua pembaca dapat memahami cerita ini. Mungkin ada beberapa pembaca yang tak mengerti bahwa tokoh cerita ini gila. Kalimat yang diucapkan Santi, anak tokoh utama ini menggunakan makna tersirat sehingga tidak semua orang mengetahui bahwa kalimat tersebut menandakan tokoh utama sedang terganggu kejiwaannya. Berikut  kutipannya:
“Bapak ngomong gitu lagi. Kan dokter sudah bilang, Bapak perlu istirahat di rumah. Obat-obatnya harus diminum. Besok Bapak saya antar kontrol.” (Shoim Anwar, 2009:111)
Selain itu cerpen ini dihiasi dengan istilah Jawa yang tidak diberi keterangan di bawahnya. Seperti pada kutipan berikut:
“Ketika tamu sudah meninggalkan halaman dan aku kembali masuk, istriku biasanya sudah mesam-mesem pertanda gembira.”(Shoim Anwar, 2009:100)
Selain kutipan di atas, ada satu lagi istilah lain yang menggunakan istilah Jawa yang tidak ada keterangannya. Berikut kutipannya:
“Saya mohon bantuan panjenengan, Mbah.”(Shoim Anwar, 2009:105)
Seperti kata “mesam-mesem dan penjenengan.” Mungkin bagi pengarang hal tersebut menambah variasi bercerita. Namun ada baiknya jika istilah tersebut dibubuhi catatan kaki atau keterangan sesudah cerita. Karena orang yang membaca cerpen ini bukan hanya dari suku Jawa saja, melainkan dari berbagai suku di Indonesia atau bahkan orang luar negerinyang ingin belajar Bahasa Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar